Langsung ke konten utama

Domain Pembelajaran : Ranah Kognitif pada Taksonomi Bloom & Kata Kerja





onDECE

screenshot-48-e1512203401480.pngDalam merancang suatu sistem pembelajaran, tujuan di dalam sistem tersebut tentu wajib menjadi perhatian. Hal ini dilakukan agar sistem pembelajaran tersebut dapat berjalan dengan efektif dan efisien, serta sistematis dalam pergerakannya. Menurut pendapat Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan  pada tahun 1956. Menurut Bloom, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain dan setiap ranah atau domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Tujuan pendidikan dikelompokkan dengan mengacu pada tiga jenis domain (ranah) yang melekat di dalam diri peserta didik, diantaranya yaitu :
1. Domain Kognitif / Proses Berpikir (cognitive domain)
Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
2. Domain Afektif / Sikap/Perasaan (affective domain)
Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
3. Domain Psikomotor / Keterampilan (psychomotor domain)
Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Taksonomi
Sedangkan taksonomi, merupakan kriteria yang digunakan oleh Guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya. Dalam setiap aspek taksonomi terkandung kata kerja operasional yang menggambarkan bentuk perilaku yang ingin dicapai melalui suatu pembelajaran. Kata kerja operasional diperlukan oleh Guru saat menyusun silabus dan RPP.
 taksonomi-bloom
Domain Kognitif 
Pengetahuan (C-1)
Jenjang ini dapat dikatakan sebagai kemampuan seseorang dalam mengingat dan/atau mengenali sesuatu tanpa menggunakannya untuk fungsi yang lain. Jenjang pengetahuan ini, dianggap sebagai proses berpikir yang terendah dan menjadi dasar – dasar untuk lanjut ke tahap belajar selanjutnya.
Contoh:
1. Siswa mampu menyebutkan nama presiden RI.
2. Siswa mampu membaca huruf hijaiyah.
3. Siswa mampu menggambar bangun datar.
Pemahaman (C-2)
Pada jenjang pemahaman ini, mengukur seberapa mampu seseorang dalam mengerti dan/atau memahami sesuatu setelah ia mengetahui dan mengingat sesuatu. Seseorang dianggap paham apabila ia mampu memberikan penjelasan rinci mengenai sesuatu tersebut dengan bahasanya sendiri, jadi tidak sekedar diingat, tetapi juga mampu memahami maksud dan tujuan sesuatu (kegiatan belajar) tersebut dilakukan. Jenjang pemahaman berada setingkat lebih tinggi dibanding jenjang pengetahuan.
Contoh:
1. Siswa mampu merinci peralatan berkemah.
2. Siswa mampu mencontohkan perbuatan yang sesuai dengan tata aturan agama.
3. Siswa mampu membandingkan ukuran bangun datar.
Penerapan (C-3)
Merupakan lanjutan dari jenjang pemahaman, dimana seseorang telah dapat menggunakan ide-ide maupun teori-teori yang telah ia pahami sebelumnya ke dalam situasi yang nyata atau tahapan dimana terdapat kesanggupan seseorang untuk mempelajari dan menerapkan sesuatu yang telah dipelajari ke dalam kehidupan sehari – hari.
Contoh:
1. Setelah mengikuti pelatihan peserta dapat mencegah jatuhnya korban jiwa saat terjadi gempa.
2. Siswa dapat mendemonstrasikan cara pencegahan demam berdarah.

Analisis (C-4)
Jenjang ini dilihat berdasarkan kemampuan seseorang dalam menguraikan sesuatu yang telah ia pahami dan gunakan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, serta hubungan yang terdapat di antara bagian-bagian tersebut.
Contoh:
1. Siswa dapat mendeteksi terjadinya kerusakan pada komponen sepeda motor.
2. Peserta dapat menyeleksi buah yang layak dipasarkan.
Evaluasi (C-5)
Jenjang evaluasi merupakan kemampuan seseorang dalam membuat penilaian di dalam suatu kondisi dengan pilihan yang beragam tanpa melupakan kriteria-kriteria yang telah ia pahami sebelumnya. Jenjang ini merupakan proses berpikir tertinggi di dalam taksonomi Bloom.
Contoh:
1. Siswa dapat menyimpulkan isi suatu bacaaan.
2. Siswa dapat menilai keefektifan suatu kalimat.
Sintesis (C-6)
Sintesis adalah proses berpikir yang memadukan bagian-bagian yang telah dibahas pada jenjang analisis menjadi suatu pola baru secara logis dan terstruktur.
Contoh:
1. Siswa dapat mengatur keuangannya sehari-hari.
2. Siswa dapat mengarang puisi sesuai dengan kaidahnya.
3. Siswa dapat mengembangkan model pembelajaran dengan tepat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Model Pembelajaran: Model Banathy

Pada postingan kali ini saya akan membahas tentang model pembelajaran Banathy. Model pembelajaran ini dinamai sesuai pengembangnya, Bela H. Banathy. Postingan ini ditulis berdasarkan diskusi kelompok kami, maka dari itu apabila ada kesalahan ataupun kekeliruan saya mohon maaf. MODEL BANATHY Model Banathy dikembangkan pada tahun 1968 oleh Bela H. Banahty. Model yang dikembangkannya ini berorientasi pada hasil atau tujuan pembelajaran, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem. Menurut Banathy (1972), pengembangan instruksional meliputi enam tahap, yaitu: T ahap  I: Merumuskan Tujuan Pembelajaran ( Formulate objectives) Guru merumuskan kemampuan (kompetensi) yang harus dikuasai siswa atau yang diharapkan guru kepada siswa untuk dikerjakan, diketahui, dan dirasakan dari hasil pengalaman belajar. Tahap  II: Mengembangakan Tes (Develop test) Guru mengembangkan tes yang didasarkan pada tujuan yang akan dicapai untuk mengetahui kemampuan yang telah dicapai oleh siswa. T a

PRINSIP PEMBELAJARAN MENYENANGKAN

Prinsip Pembelajaran Menyenangkan             Pembelajaran adalah suatu usaha sadar dari pendidik untuk membuat peserta didik belajar, untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan serta tingkah laku yang lebih baik. Proses pembelajaran yang menyenangkan akan sangat membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mewujudkan pembelajaran yang menyenangkan, diantaranya : 1.       Prinsip 1 - Respon akan diulang bila akibat yang ditimbulkan menyenangkan. Implikasinya : ·          Pembelajaaran harus menyenangkan Pembelajaran yang membosankan akan membuat peserta didik jenuh dan malas. Hal ini akan membuat tujuan proses pembelajaran tidak tercapai. Sebaliknya, pembelajaran yang menyenangkan akan membuat peserta didik tertarik sehingga terjadilah proses belajar dalam dirinya. Dengan demikian tujuan proses pembelajaran akan tercapai. ·          Pemberian umpan balik harus positif Pemberian umpan balik yang positif akan membu